DASAR-DASAR PENYULUHAN

                                                                                BAB I

PENYULUHAN PERTANIAN DAN PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

A.      Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan pertanian terdiri dari dua kata yang merupakan kata majemuk yaitu gabungan dari kata "penyuluhan" dan 'pertanian'. Penyuluhan berasal dari kata 'suluh' yang berarti obor atau pemberi terang dalam gelap. Oleh karena itu, penyuluhan dapat diartikan sebagai usaha memberi terang atau petunjuk bagi orang yang berjalan dalam kegelapan. Pertanian berarti penerapan karya manusia pada alam tumbuhan dan hewan sehingga dapat memperoleh dan menaikkan produksi yang lebih bermanfaat bagi kehidupannya sendiri beserta keluarganya serta bagi lingkungan masyarakat.

Penyuluhan pertanian dari arti katanya adalah usaha untuk memberikan keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan, dan arah yang harus ditempuh oleh setiap orang yang berusaha tani agar menaikkan guna, mutu dan nilai produksinya sehingga lebih bermanfaat.

Pada prakteknya penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah (non formal) yang ditujukan kepada petani dan keluarganya, dimana mereka belajar sambil berbuat (learning by doing) untuk mengetahui dan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi secara baik, menguntungkan dan memuaskan.

Sjawal (1984) mengemukakan bahwa sebagai sistem pendidikan, penyuluhan adalah usaha untuk menimbulkan perubahan yang diinginkan dalam perilaku (behavior) para petani dan keluarganya. Perilaku yang diinginkan meliputi pengetahuan yang lebih luas, keterampilan teknis yang lebih baik, kecakapan mengelolah yang lebih efisien, sikap yang progresif dan motivasi tindakan yang lebih rasional.

Totok Mardikanto dan Sri Sutarni Mardikanto merumuskan definisi penyuluhan pertanian sebagai 'suatu sistem pendidikan non formal di luar sekolah bagi para petani dan keluarganya agar terjadi perubahan perilaku yang lebih rasional dengan belajar sambil berbuat (learning by doing) sampai mereka tahu, mau, dan mampu berswakarsa untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan guna terus memajukan usaha tani dan menaikkan jumlah, mutu, macam, serta jenis dan nilai produksinya sehingga tercapai kenaikan pendapatan yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya'.

Definisi atau pengertian penyuluhan penyuluhan juga dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), dijelaskan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu proses pembelajaran yang ditujukan bagi pelaku usaha dan pelaku utama atau petani, yang bertujuan agar mampu dan mau menolong serta mengorganisasikan dalam mengakses informasi pasar, pemodalan, teknologi dan sumber daya lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi usaha, produktivitas, kesejahteraan dan pendapatan serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Berdasarkan pengertian yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan pengertian atau definisi penyuluhan pertanian, yaitu kegiatan pendidikan nonformal bagi pelaku usaha dan pelaku utama sebagai jaminan atas hak untuk mendapatkan pendidikan, yang diharapkan dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan dan memperbaiki pendapatan petani beserta keluarganya serta dapat meningkatkan kesejahteraannya.

B.       Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan

Banyak definisi mengenai Pertanian Berkelanjutan dikemukakan oleh lembaga, pakar atau persorangan. Menurut FAO yang disebut Pertanian Berkelanjutan adalah setiap prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara lingkungan dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan dengan pendekatan holistik. Menurut Thrupp (1996) Pertanian Berkelanjutan sebagai praktek-praktek pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung-jawabkan yang secara skematis digambarkan oleh Gambar 1. Pertanian Berkelanjutan merupakan sistem usaha tani yang mampu mempertahankan produktivitas, dan kemanfaatannya bagi masyarakat dalam waktu yang tidak terbatas. Sistem demikian harus dapat mengkonservasikan sumberdaya, secara sosial didukung, secara ekonomi bersaing, dan secara lingkungan dapat dipertanggungjawabkan (Untung, 2007).

Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO Agricultural Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian, struktur dan prosesnya untuk memperkuat/ dan memberikan sokongan pada produksi pangan dan keamanan pangan. (Ukabc, 2007) Ekosistem dengan kenekaragaman tinggi lebih stabil dan tahan gocangan, risiko terjadinya kerugian finansial lebih kecil, dapat mengurangi dampak bencana kekeringan dan banjir, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan kendala alam lainnya. Diversifikasi juga dapat mengurangi cekaman ekonomi akibat peningkatan harga pupuk, pestisida dan input-input produksi lainnya. Ketahanan Pangan merupakan salah satu tujuan utama Pertanian Berkelanjutan.

Tujuan utama program Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan (SARD) adalah meningkatkan produksi pangan dengan cara yang berkelanjutan serta memperkuat ketahanan pangan. Dalam Pertanian Berkelanjutan peningkatan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dilaksanakan secara berkelanjutan dengan dampak yang seminimal mungkin bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat serta kualitas hidup penduduk di pedesaan. Program ini meliputi berbagai kegiatan mulai dari prakarsa pendidikan, pemanfaatan insentif ekonomi, pengembangan teknologi yang tepat guna hingga dapat menjamin persediaan pangan yang cukup dan bergizi, akses kelompok-kelompok rawan terhadap persediaan pangan tersebut, produksi untuk dilempar ke pasar, peningkatan pekerjaan dan penciptaan penghasilan untuk mengentaskan kemiskinan, serta pengelolaan sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan.

Tebalnya dinding-dinding sektor pertanian dan ketahanan pangan khususnya diurusi oleh banyak sektor dan subsektor atau oleh beberapa departemen dan lembaga non departemen, semakin menyulitkan koordinasi dan keterpaduan. Sistem pengelolaan ketahanan pangan menjadi tidak efektif dan efisien, banyak pemborosan, tumpang tindih dan ketidak-paduan. Departemen Pertanian saat ini tugas utamanya terutama dalam peningkatan produksi tanaman pangan on farm namun urusan penyediaan dan distribusi pangan dilaksanakan oleh lembaga lain (Bulog).

Pertanian dan pangan sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga diusulkan untuk waktu mendatang kedua bidang atau urusan tersebut dikelola oleh satu lembaga Pemerintah, baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Di tingkat pusat lembaga tersebut adalah Departemen Pertanian dan Pangan atau Departemen Pangan dan Pertanian . Di tingkat daerah adalah Dinas Pertanian dan Pangan atau Dinas Pangan dan Pertanian .. Lembaga ini yang mengurusi pertanian dan pangan sejak dari hulu sampai hilir, dari penyiapan lahan sampai pengolahan dan pemasaran dan perdagangn hasil pertanian.

Ketahanan pangan suatu bangsa hanya dapat dicapai apabila petaninya memperoleh hak atas air dan hak bagi mereka untuk memperoleh akses pada bibit yang murah. Yang disebut terakhir ini hanya dapat dicapai apabila pemerintah memberikan kembali kepada petani hak mereka untuk memprodusi bibit bagi kepentingan komunitas pertanian mereka. Sebagai konsekuensinya maka  pemerintah, khususnya Departemen Pertanian, harus merubah system penelitian pertanian dengan cara memindahkan kegiatan penelitian dari laboratorium penelitian menjadi penelitian yang dilakukan bersama petani di lahan petani. Pemerintah perlu mengembangkan program penangkar benih desa yang dapat mendukung otonomi petani dalam menyediakan bibit. Seyogyanya penangkar bibit tingkat desa tidak hanya terbatas pada penangkaran bibit padi, tetapi juga penangkaran bibit hortikultura yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengahsilan petani. Sama halnya bibit padi, bibit tanaman hortikultura juga telah banyak diproduksi oleh perusahaan Trans Nasional (Soetrisno, 1999).

BAB II

SEJARAH, FALSAFAH, PRINSIP, TUJUAN PENYULUHAN

A.      Sejarah Penyuluhan Pertanian

Penggunaan istilah “Penyuluhan (extension)”,  pertama kali dilakukan pada pertengahan abad 19 oleh Universitas Oxford dan Cambrige pada sekitar tahun 1850 (Swanson, 1997).  Dalam perjalannya Van den Ban (1985) mencatat beberapa istilah seperti di Belanda disebut Voorlichting, di Jerman lebih dikenal sebagai “advisory  work”  (beratung), vulgarization (Perancis), dan capacitacion (Spanyol).           

Roling mengemukakan bahwa Freire (1973) pernah melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang bersifat top-down.  Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam istilah pengganti extension seperti : animation, mobilization, conscientisation.

Di Malaysia, digunakan istilah perkembangan sebagai terjemahan dari extension, dan di Indonesia menggunakan istilah penyuluhan sebagai terjemahan dari Voorlichting (Belanda).

Rahmat pambudi, pada awal 1996 mulai nelontarkan pentingnya istilah pengganti penyuluhan, dan untuk itu dia menawarkan penggunaan istilah transfer teknologi sebagimana yang digunakan oleh Lionberger dar Gwin (1983).  Pada tahun 1998, Mardikanto menawarkan pengunaan istilah edfikasi, yang merupakan akronim dari fungsi-fungsi penyuluhan yang meliputi : edukasi, diseminasi, inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi.  Meskipun tidaka ada keinginan untuk mengganti istilah penyuluhan, Margono Slamet pada kesempatan seminar penyuluhan pembangunan (2000) menekankan esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemerdayaan masyarakat yang telh mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan pada awal dasawarsa 1990-an.

Kelahiran Penyuluhan Pertanian Modern

Swanson et al (1997) mencatat adanya beberapa kondisi yang diperlukan bagi kelahiran penyuluhan pertanian, yang ditandai oleh :

a.       Adanya praktek-praktek baru dan temuan-temuan penelitian

b.      Kebutuhan tentang pentingnya informasi untuk diajarkan kepada petani

c.       Tekanan terhadap perlunya organisasi penyuluhan

d.      Ditetapkannya kebijakan penyuluhan

e.       Adanya masalah-masalah yang dihadapi di lapangan

Mengutip True (1929) Swanson et al (1984) mengemukakan bahwa akar kegiatan penyuluhan pertanian dapat ditelesuri bersamaan dengan jaman Renaisans yang diawali sejak abad 14, yaitu sejak adanya gerakan tentang pentingnya kaitan pendidikan dengan kebutuhan hidup manusia.  Pada 1304, Pietro de Crescenzi menulis buku teks tentang pertanian dalam bahasa latin yang kemudian banyak diterjemahkan dalam bahasa Itali dan perancis.  Sejak saat itu, kegiatan penulisan buku-buku pertanian semakin banyak bermunculan.  Pada abad 17 dan 18, banyak ditulis pustaka tentang pertanian dibanyak negara Eropa.  Di Inggris sendiri, sebelum tahun 1800 tercatat sekitar 200  penulis.  Pada tahun 1784 di London terbit majalah pertanian yang dipimpin Athur Young, sebagai majalah yang tersebar luas di Eropa dan Amerika.  Pada pertengahan abad 18, banyak kalangan tuan tanah (bangsawan) progresif yang mengembangkan kegiatan penyuluhan pertanian melalui beragam pertemuan, demonstrasi, perkumpulan pertanian, dimana terjadi pertukaran informasi antara pemilik tanah dengan para tokoh petani.

Hal ini disebabkan karena :

1.      Adanya keinginan belajar tentang bagaimana mengembangkan produktivitas      dan nilai produknya, serta system penyangkapan dan bagi hasil yang perlu dikembangkan.

2.      Adanya perkembangan ilmu pengetahuan modern dalam bidang pertanian,  khususnya penggunaan agro kimia dan ilmu fisiologi tanaman (Russel, 1966).

Kelahiran penyuluhan pertanian modern, sebenarnya baru dimulai di irlandia pada tahun 1847, yaitu sejak terjadinya krisis penyakit tanaman kentang yang terjadi pada 1845-1851 (Jones, 1982).  Modernisasi penyuluhan pertanian secara besar-besaran, justru terjadi di jerman pada akhir abad 19, yang kemudian Menyebarkan ke Denmark. Swis, Hungaria dan rusia.Sementara itu, Perancis tercatat  sebagai negara yang untuk pertama kali mengembangkan penyuluhan pertanian yang dibiayai negara sejak tahun 1879.Pada awal abad 20, kegiatan penyuluhan pertanian umumnya masih dilakukan dengan skala kecil-kecil, baik yang diorganisir oleh lembaga/instansi pemerintah maupun perguruan tinggi.  Tetapi, seiring dengan perkembangannya, organisasi penyuluhan pertanian tumbuh semakin kompleks dan semakin birokratis.

Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817.  Tetapi almarhum Prof. Iso Hadiprodjo keberatan, dan menunjuk tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen pertanian, yang anatara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan Pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia.

Hal ini disebabkan, karena kegiatan “penyuluhan”  sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam  paksa”  atau cultuurstelse. .Selama masa penjajahan Jepang, kegiatan penyuluhan pertanian praktis terhenti, karena apa yang dilakukan tidak lain adalah pemaksaan-pemaksaan kepada rakyat untuk mengusahakan bahan dengan dan produk-produk strategis yang lain.

Setelah masa kemerdekaan, penyuluhan pertanian mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut:

1.                      1945 – 1950, Plan Kasino (Rencana Produksi 3 tahun, 1948 – 1950) yang tidak dapat terlaksana karena terjadinya revolusi fisik.

2.                      1950 – 1958. Plan Kasino digabung dengan Rencana Wisaksono menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) yang dibagi dalam dua tahap: 1950 –1960.

Sejarah Ilmu Penyuluhan Pertanian

Ilmu penyuluhan pertanian, seperti yang telah dijelaskan di atas, mulai dijadikan tofik diskusi antar Universitas Oxford dan Cambridge pada perrtengahan abad ke-19 ditandai oleh tulisan William Sewell berjudul : Suggestions for the Extension of University (1850).  Kemudian masuk ke Amerika pada awal abad 20 ketika Cooperative Extension Services mengembangkan Land Grant college.

Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia telah berlangsung hampir se abad, tetapi kehadirannya sebagai ilmu tersendiri baru dilakukan sejak dasawarsa 60’an yang dikenal melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA).  Tulisan-tulisan tentang penyuluhan pertanian, masih ditulis dalam bentuk booklet yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian, yang anatara lain ditulis oleh : Hasmosoewignyo arifin Mukadas, dan Sukandar Wiriatmadja.  Sedang buku teks tentang penyuluhan yang pertama kali, ditulis oleh Soejitno pada tahun 1968.Dilingkungan perguruan tinggi, ilmu penyuluhan pertanian baru dikembangkan sejak 1976 bersamaan dengan dibukanya jurusan Penyuluhan Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana IPB.  Sedang untuk program S1, program studi penyuluhan dan komunikasi perrtanian baru dibuka sejak 1998.  Sebelum itu, di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada) ilmu penyuluhan pertanian diajarkan dalam mata kuliah Paedagogiek Penyuluhan Pertanian.

Penyuluhan Pertanian Di Masa Depan

Di masa mendatang, kegiatan penyuluhan pertanian akan menghadapi tantangan-tantangan, terutama yang diakibatkan oleh pertumbuhan populasi penduduk ditengah-tengah semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga usaha tani harus semakin mengkhususkan diri serta meningkatkan efesiensinya.Dalam persfektif pemerintah, apapun prioritas yang akan ditempuh, kegiatan penyuluhan pertanian akan tetap menjadi kebijakan kunci untuk mempromosikan kegiatan Pertanian Lestari, baik dalam kontek lagi maupun social ekonomi ditengah-tengah system pemerintahan yang birokratis dan semakin terbatas kemampuannya untuk membiayai kegiatan-kegiatan publik.  Dilain pihak, kegiatan penyuluhan harus semakin bersifat “Fartisipatif”  yang diawali dengan analisis tentang keadaan dan kebutuhan masyarakat melaluui kegiatan penilaian Desa Partisipatip atau participatory rural appraisal/PRA Chambers, 1993.  Meskipun demikian, kegiatan penyuluhan pertanian akan banyak didukung oleh kemajuan teknologi informasi.  Karena itu, di masa depan, kekuatan dan perubahan penyuluhan pertanian akan selalu terkait dengan keempat hal yang akan sebagai berikut ini (Rivera dan Gustafson, 1991) :

1.      Iklim ekonomi dan politik

Sejak krisis ekonomi dan politik melanda beberapa negara pada akhir abad 20, banyak negara yang tidak lagi mampu membiayai kegiatan publik ditengah-tengah tuntutan demokratisasi.  Karena itu, kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan secara lebih efesien untuk dapat melayani kelopok sasaran yang lebih luas, dan dilain pihak, pemerintah akan lebih banyak menyerahkan kegiatan penyuluhan kepada pihak swasta.

2.      Konteks social di wilayah pedesaan

Di masa depan, masyarakat pedesaan relatif berpendidikan, lebih banyak memperoleh informasi dari media masa serta terbuka dari isolasi geografis, lebih memiliki aksesabilitas dengan kehidupan bangsanya sendiri dan dunia internasional.  Karena itu, penyuluhan pertanian harus mampu menjawab tantangan pertumbuhan penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan aturan/kebijakan, persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat akan beragam layanan seperti : pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan bentuk-bentukOrganisasi (Moris, 1991).

  Sehubungan dengan itu, penyuluhan pertanian di masa depan harus meninggalkan monopoli pemerintah sebagai penyelengara penyuluhan, mampu melayani beragam kelompok sasaran yang berbeda, tidak saja terkait dengan keragaman kategori adapternya, tetapi juga yang terkait dengan aksebilitas pasar, derajat komersialisasi serta ketergantunganya pada usaha tani untuk perbaikan pendpatan dan kesejahteraannya.

3.      Sistem Pengetahuan

Terjadinya perubahan politik yang berdampak pada debirokratisasi, desentralisasi (pelimpahan kewenangan) dan devolusi (penyelenggaraan kewenangan) kepada masyarakat local, juga akan berimbas pada pengembangan usaha tani yang memiliki spesifikasi local.  Pengakuan terhadap pentingnya spesifikasi local, harus dihadapi dengan pengakuan penyuluh terhadap kemampuan petani, pengalaman petani, penelitian yang dilakukan petani, serta upaya-upaya pengembangan yang dilakukan.  Oleh sebab itu, penyuluh harus menjalin hubungan yang parsitisipatif dengan kelompok sasarannya, khususnya dalam pemanfaatan media massa untuk mrnunjang kegiatan di wilayah kerjanya.

4.      Teknologi Informasi

Perkembangan telekomunikasi dengan penggunaan komputer pribadi/PC akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan penyuluhan pertanian dimasa depan.  Kelompok sasaran yang memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi informasi/IT akan relatif lebih indefenden.  Dengan demikian, fungsi sitipenyuluhan tidak lagi “menyampaikan  pesan”  melainkan lebih dari menjalin interaksi yang partisiatif dengan kelompok sasarannya.

B.       Falsafah Penyuluhan Pertanian

Falsafah berarti pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan masyarakat dan bangsa. Falsafah penyuluhan berakar pada falsafah Negara Pancasila, terutama pada sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jika pelaku utama dan pelaku usaha agribisnis  diminta bekerja keras meningkatkan produksinya, seluruh warga Indonesia harus mau mengangkat harkat mereka, demi kemanusiaan dan keadilan sosial, yang berlandaskan pada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai prinsip demokrasi, serta demi tercapainya persatuan bangsa (Margono Slamet, 1989).

Meskipun telah lama dipahami bahwa penyuluhan merupakan proses pendidikan, tetapi dalam sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia, terutama selama periode pemerintahan Orde Baru, kegiatan penyuluhan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan kekuasaan melalui kegiatan yang berupa pemaksaan, sehingga muncul gurauan: dipaksa, terpaksa, akhirnya terbiasa.  Terhadap kenyataan seperti itu, Soewardi (1986) telah mengingat kepada semua insan penyuluhan kembali untuk menghayati makna penyuluhan sebagai proses pendidika. Diakui, penyuluhan melalui pendidikan akan memakan waktu lebih lama untuk mengubah perilaku masyarakat, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih kekal. Sebaliknya, meskipun penyuluhan melalui pemaksaan dapat lebih cepat dan mudah dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan segera hilang, manakala faktor pemaksanya sudah dihentikan.

Dalam khasanah kepustakaan penyuluhan pertanian, banyak kita jumpai beragam falsafah penyuluhan pertanian. Berkaitan dengan itu, Ensminger (1962) mencatat adanya 11 (sebelas) rumusan tentang falsafah penyuluhan.  Di Amerika Serikat juga telah lama dikembangkan falsafah 3-T: teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.Rumusan lain yang lebih tua dan nampaknya paling banyak dikemukakan oleh banyak pihak dalam banyak kesem-patan adalah, yang dikutip Kelsey dan Hearne (1955) yang menyatakan bahwa falsafah penyuluhan harus berpijak kepada pentingnya pengembangan individu di dalam perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya.

Karena itu, ia mengemukakan bahwa: falsafah penyuluhan adalah: bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help themselves).

Dari pendapat tersebut, terkandung pengertian bahwa:

1.                        Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat (Adicondro, 1990). Kehadiran penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tetapi ia harus mampu menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu menumbuhkan, mengge-rakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat.

2.                        Penyuluhan tidak boleh menciptakan ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong semakin terciptanya krea-tivitas dan kemandirian masyarakat agar semakin memiliki kemampuan untuk berswakarsa, swadaya, swadana, dan swakelola bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan guna tercapainya tujuan, harapan, dan keinginan-keinginan masyarakat sasarannya.

3.                        Penyuluhan yang dilaksanakan, harus selalu mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai manusia.Dari kalangan pakar Indonesia, tercatat:

Mengacu kepada pemahaman tentang penyuluhan sebagai proses pendidikan, di Indonesia dikenal adanya falsa-fah pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro yang berbunyi:

a.       Ing ngarso sung tulodo, mampu memberikan contoh atau taladan bagi masyarakat sasarannya;

b.      Ing madyo mangun karso, mampu menumbuhkan inisyatif dan mendorong kreativitas, serta semangat dan motivasi untuk selalu belajar dan mencoba;

c.       Tut wuri handayani, mau menghargai dan mengikuti ke-inginan-keinginan serta upaya yang dilakukan masyarakat petaninya, sepanjang tidak menyimpang/meninggalkan acuan yang ada, demi tercapainya tujuan perbaikan kese-jahteraan hidupnya.

Masih bertolak dari pemahaman penyuluhan merupa-kan salah satu sistem pendidikan, Mudjiyo (1989) mengingat-kan untuk mengaitkan falsafah penyuluhan dengan pendidik-an yang memiliki falsafah: idealisme, realisme dan pragmatis-me, yang berarti:

a.       Penyuluhan pertanian harus mampu menumbuhkan cita-cita yang melandasi untuk selalu berfikir kreatif dan dinamis.

b.      Di samping itu, penyuluhan pertanian harus selalu meng-acu kepada kenyataan-kenyataan yang ada dan dapat dite-mui di lapang atau harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.

c.       Meskipun demikian, penyuluhan harus melakukan hal-hal terbaik yang dapat dilakukan, dan bukannya mengajar kondisi terbaik yang sulit direalisir.

Lebih lanjut, karena penyuluhan pada dasarnya harus merupakan bagian integral dan sekaligus sarana pelancar atau bahkan penentu kegiatan pembangunan, Margono Slamet (1989) menekankan perlunya falsafah penyuluhan yang harus berakar pada falsafah negara Pancasila, terutama yang berka-itan dengan sila-sila: Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, jika petani (sebagai sasaran utama penyuluhan pertanian) diminta untuk bekerja lebih keras guna meningkatkan produk-sinya. Seluruh bangsa Indonesia juga harus mau mengangkat harkat kaum taninya demi kemanusiaan dan keadilan sosial, yang berlandaskan pada kepercayaan kepada Yang Maha Esa, menghargai prinsip demokrasi, serta demi tercapainya persatuan bangsa Indonesia.

Dalam pengertian di atas, perlu dipahami bahwa, petani bukanlah orang bodoh dan karena itu tidaklah pantas untuk tetap dibiarkan atau bahkan dibuat hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Petani haruslah dilihat seba-gai manusia biasa yang memiliki potensi untuk mengem-bangkan kemampuannya dan memiliki keinginan dan harapan untuk terlepas dari kemiskinan dan penderitaan yang tidak mereka kehendaki.

Karena itu, pelaksanaan penyuluhan pertanian harus mampu tidak saja mengem-bangkan potensi petani tetapi juga harus mau memberikan peluang kepada kekuatannya sendiri untuk mengembang-kan potensinya supaya terlepas dari kemiskinan dan kebodohan. Dengan demikian, penyuluhan pertanian harus didukung oleh kegiatan lain yang dapat menjadikan petani (yang selama ini bodoh dan miskin itu) sebagai petani-petani tangguh. Petani tangguh bukanlah petani yang dengan penuh kesabaran sanggup tahan hidup dalam kebodohan dan penderitaan, tetapi petani yang terus menerus mampu mengem bangkan potensi yang dimilikinya untuk dengan kreatif berswakarsa dan berswadayaa dalam meningkatkan produkti-vitas dan pendapatannya demi perbaikan kesejahteraan keluar-ga dan masyarakatnya.

Sehubungan dengan falsafah penyuluhan pertanian yang berlandaskan pada falsafah Pancasila, Soetrisno (1989) minta agar juga mengkaitkannya dengan motto bangsa yang: Bhineka Tunggal Ika yang membawa konsekuensi pada:

1.      Perubahan administrasi penyuluhan dari yang bersifat “regulatif sentralistis” menjadi “fasilitatif partisipatif”.

2.      Pentingnya kemauan penyuluh untuk memahami budaya lokal yang seringkali juga mewarnai “local agriclutural practices”.

Pemahaman seperti itu, mengandung pengertian bahwa:

1.                      Administrasi penyuluhan tidak selalu dibatasi oleh per-aturan-peraturan dari “pusat” yang kaku, karena hal ini seringkali menjadikan petani tidak memperoleh keleluasa-an mengembangkan potensi yang dimilikinya. Demikian juga halnya dengan administrasi yang terlalu “sentralistis” seringkali tidak mampu secara cepat mengantisipasi per-masalahan-permasalahan yang timbul di daerah-daerah, karena masih menunggu “petunjuk/restu” dari pusat.Padahal, dalam setiap permasalahan yang dihadapi, peng-ambilan keputusan yang dilakukan oleh petani seringkali berdasarkan pertimbangan bagaimana untuk dapat “menyelamatkan keluarganya”. Dalam kasus-kasus seperti itu, seharusnya penyuluh diberi kewenangan untuk secepatnya pula mengambil inisyatifnya sendiri. Di lain pihak, administrasi yang terlalu “regulatif” seringkali sangat membatasi kemerdekaan petani untuk mengambil keputusan bagi usahataninya.

2.                      Penyuluh, selain memberikan “ilmu”nya kepada petani, ia harus mau belajar tentang “ngelmu”nya petani yang seringkali dianggap tidak rasional (karena yang oleh penyuluh dianggap rasional adalah yang sudah menjadi petunjuk pusat). Padahal, praktek-praktek usahatani yang berkembang dari budaya lokal seringkali juga sangat rasional, karena telah mengalami proses “trial and error” dan teruji oleh waktu.

Berkaitan dengan falsafah “helping people to help them-selves” Ellerman (2001) mencatat adanya 8 (delapan) peneliti yang menelusuri teori pemberian bantuan, yaitu:

1.                      Hubungan Penasehat dan Aparat Birokrasi Pemerintah (Albert Hirschman), melalui proses pembelajaran tentang: ide-ide baru, analisis keadaan dan masalahnya yang diikuti dengan tawaran solusi dan minimalisasi konfrontasi/kete-gangan yang terjadi: antara aparat pemerintah dan masya-rakat, antar sesama aparat, dan antar kelompok-kelompok masyarakat yang merasa dirugikan dan yang menimati ke-untungan dari kebijakan pemerintah.

2.                      Hubungan Guru dan Murid (John Dewey), dengan memberikan:

·         Kesempatan untuk mengenali pengalamanannya,

·         Stimulus untuk berpikir dan menemukan masalahnya
sendiri,

·         Memberikan kesempatan untuk melakukan “peneliti an”

·         Tawaran solusi untuk dipelajari

·         Kesempatan untuk menguji idenya dengan aplikasi langsung

3.                      Hubungan Manajer dan Karyawan (Douglas McGregor), melalui pemberian tanggungjawab sebagai alat kontrol diri (self controle)

4.                      Hubungan Dokter dan Pasien (Carl Rogers), melalui pemberian saran yang konstruktif dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan atau diusahakannya sendiri.
Uji-coba kegiatan melalui pemberian dana dan manajemen dari luar, ternyata tidak akan memberikan hasil yang lebih baik.

5.                      Hubungan Guru Spiritual dan Murid (Soren Kierkegaard), melalui pemahaman bahwa masalah atau kesalahan hanya dapat diketahui oleh yang mengalaminya (diri sendiri).
Guru tidak boleh menonjolkan kelebihannya, tetapi harus merendah diri, siap melayani,dan menyediakan waktu dengan sabar

6.                      Hubungan Organisator dan Masyarakat (Saul Alinsky), melalui upaya demokratisasi, menumbuh-kembangkan partisipasi, dan mengembangkan keyakinan (rasa percaya diri) untuk memecahkan masalahnya sendiri.

7.                      Hubungan Pendidik dan Masyarakat (Paulo Freire), melalui proses penyadaran dan memberikan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu yang terbaik menurut dirinya sendiri.

8.                      Hubungan Agen-pembangunan dan Lembaga Lokal (E.F. Schumacher), melalui program bantuan untuk mencermati apa yang dilakukan seseorang (masyarakat) dan membantu agar mereka dapat melakukan perbaikanperbaikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

C.      Prinsip Penyuluhan Pertanian

Prinsip merupakan suatu pernyataan mengenai kebijaksanaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan dilaksanakan secara konsisten. Dalam kegiatan penyuluhan, prinsip menurut Leagans (1961) menilai bahwa setiap penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang sudah disepakati agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa merujuk pada pemahaman penyuluhan pertanian sebagai proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip dalam penyuluhan pertanian sebagai berikut:

1.      Mengerjakan; artinya kegiatan penyuluhan harus sebanyak mungkin melibatkan masyarakat untuk menerapkan sesuatu.

2.      Akibat; artinya kegiatan pertanian harus memberikan dampak yang memberi pengaruh baik.

3.      Asosiasi; artinya kegiatan penyuluhan harus saling terkait dengan kegiatan lainnya. Misalnya apabila seorang petani berjalan di sawahnya kemudian melihat tanaman padinya terserang hama, maka ia akan berupaya untuk melakukan tindakan pengendalian.

Lebih lanjut Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa yang mencakup prinsip-prinsip penyuluhan pertanian:

1.      Minat dan kebutuhan; artinya penyuluhan akan efektif jika selalu mengacu kepada minat dan kebutuhan masyarakat, utamanya masyarakat tani.

2.      Organisasi masyarakat bawah; artinya penyuluhan akan efektif jika mampu melibatkan organisasi masyarakat bawah dari setiap keluarga petani.

3.      Keraguan budaya; artinya penyuluhan harus memperhatikan adanya keragaman budaya.

4.      Perubahan budaya; artinya setiap penyuluhan akan mebgakibatkan perubahan budaya.

5.      Kerjasama dan partisipasi; artinya penyuluhan hanya akan efektif jika menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program penyuluhan yang telah dicanangkan.

6.      Demokrasi dalam penerapan ilmu; artinya dalam penyuluhan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menawar setiap alternatif.

7.      Belajar sambil bekerja; artinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian harus diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil berbuat, atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan.

8.      Penggunaan metode yang sesuai; artinya penyuluhan harus dilakukan dengan penerapan metode yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan nilai sosial budaya.

9.      Kepemimpinan; artinya penyuluh tidak melakukan kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepuasan sendiri, tetapi harus mampu mengembangkan kepemimpinan.

10.  Spesialis yang terlatih; artinya penyuluh harus benar-benar orang yang telah mengikuti latihan khusus tentang segala sesuatu yang sesuai dengan fungsinya sebagai penyuluh.

11.  Segenap keluarga; artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial.

D.      Tujuan Penyuluhan Pertanian

Tujuan penyuluhan pertanian adalah dalam rangka menghasilkan SDM pelaku pembangunan pertanian yang tangguh, bertani lebih baik, (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejartera (better living) dan lingkungan lebih sehat. Penyuluhan pertanian dituntut agar mampu menggerakan masyarakat , memberdayakan petani, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian serta mendampngi petani untuk:

a.                       Membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke depan.

b.                      Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah.

c.                       Membantu mereka menemukan masalah

d.                      Membantu mereka mengambil keputusan dan

e.                       Membantu mereka menghitung besarnya resiko atas keputusan yang diambilnya.

Keberhasilan penyuluhan pertanian dapat dilihat dengan indikator banyaknya petani, pengusaha pertanian yang mampu mengelola dan mengerakan usahanya secara mandiri, ketahanan pangan yang tangguh, tumbuhnya usaha pertanian skala rumah tangga sampai menengan berbasis komoditi unggulan di desa. Selanjutnya usaha tersebut diharapkan dapat berkembang mencapai skala ekonomis. Semua itu berkolerasi pada keberhasilan perbaikan ekonomi masyarakat, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, lebih dari itu akan bermuarta pada peningkatan pendapatan daerah. (bacadisinisaja.blogspot.com/ 2012 /04/ tugas-komunikasi-dan-penyuluhan.html, 14 September 2014, 22:56)

BAB III

UNSUR – UNSUR PENYULUHAN PERTANIAN

Unsur – Unsur Penyuluhan Pertanian

a)      Penyuluhan Pertanian (Sumber)

Penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi pertanian yang lebig maju. Dengan demikian seorang penyuluh pertanian dalam kegiatan tugasnya yang diemban akan mempunyai 3 peranan yang erat , yaitu :

1.                      Berperan sebagai pendidik. Yang memberikan pengetahuaan / cara-cara baru dalam dudidaya tanaman, agar para petani lebih terarah dalam usaha pertanian.

2.                      Berperan sebagai pemimpin. Yang dapat membimbing dan memotifasi para petani agar mau mengubah cara berfikir.

3.                      Berperan sebagai penasehat. Yang dapat melayani, memberi  petunjuk-petunjuk dan membantu petani baik dalam bentuk peragaan / memberikan contoh-contoh kerja dalam usaha tani.

Berdasarkan fungsi atau tugasnya, maka kita akan mendapatkan:

1.                      Penyuluh yang langsung berhubungan dengan para petani. Ia harus di kenal oleh para petani. Oleh karna itu ia harus sering bertatap muka dengan para petani dipedesaan dalam menyampaikan segala amanat yang berkaitan dengan usaha tani. Dalam hal ini misalnya : Penyuluh Pertanian Lapangan ( PPL), Penyuluh Pertanian Media ( PPM).

2.                      Penyuluh yang tidak langsung berhubungan dengan para petani. Yang pada umumnya terdiri dari para ahli pertanian yang berkedudukan sebagai pegawai pada Dinas Pertanian.

b)     Sasaran Penyuluhan Pertanian

Sasaran  penyuluhan pertanian yaitu siapa sebenarnya yang disuluh atau ditujukan kepada siapa penyuluhan pertanian tersebut. Maka dengan tegas kita dapat menyatakan bahwa sasaran penyuluhan pertanian adalah para petani beserta keluarganya. Menurut ROGERS penduduk desa mempunyai sifat sebagai berikut :

·         Mutual distrust in interpersonal relation

Pada umumnya mereka kurang saling merasakan dalam pergaulan diantara mereka sendiri. Dalam hal ini kita sering mendapatkan kenyataan bahwa petani yang memperoleh kemajuan, terlebih-lebih kalau hal itu berlangsung dalam waktu yang sangat singkat, petani itu dianggap melakukan hal/ kegiatan yang “ bukan-bukan”. Para petani lainnya jarang lelakukan pendekatan, mencari infirmasi nyata kegiatan apa yang menjadikan kemajuannya itu.

·         Lack and difficult to innovate new ideas and technology

Sulit dan sangat kekurangan daya untuk mendapatkan paham atau ide-ide baru, pada umumnya para petani selalu tertutup sehingga tidak mampu menentukan ide-ide baru bahkan untuk menerapkan cara-cara baru yang masuk kedalam masyarakatnya harus melalui beberapa tahapan atau baru akan menerimanya setelah nyata keyakinanya bahwa akan menguntungkan.

·         Lack thiking for the future

Kurang kemampunya untuk memikirkan kehidupannya dumasa depan misalnya sehabis panenan sudah menjadi kebiasaan untuk melakukan perayaan khitanan, perkawinan yang meriah sehingga kekurangan biaya ditutup denga kredit yang kadang-kadang berbunga besar. Menabung untuk hari depan bagi keluarganya jarang sekali perfikirkan.

·         Low aspirational level

Motivasinya untuk memikirkan peningkatan atau perbaikan pada yang sekarang dialami adalah rendah, demikian pula aspirasinya untuk meningkatkan taraf hidupnya.

 

·         Lack of deffered to gradification

Pada umumnya mereka kurang dapat mengekang nafsu, tida dapat menahan diri terhadap sesuatu yang diinginkannya, kurang cermat dan tidak mampu mengambil kepuutusan yang menguntungkan. Hal ini terbukti dari banyaknya hubungan dengan para pengijon dan kaum lintah darat.

·         Limited time expected

Pada umumnya mereka kurang dapat membedakan apayang kini sedang mereka hadapi, yang sudah terjadi dan apa yang mungkin bakal mereka hadapi. Keneng-kenangan keadaan, kejadian dimasa lampau/ yang telah terjadi sangat berbekas pada dirinya, sehingga perencanaan untuk masa depan tidak diperhatikannya.

·         Familism

Jalinan dengan keluarga sendiri sangat erat sehingga kerap kali jalinan dengan orang lain terabaikan, terutama dalam hal sambil koreksi. Dalam masyarakat yang menganut system marga selalu terdapat kecurigaan terhadap mereka yang bukan sanak.

·         Dependent upon government authority

Pembuatan sarana – sarana yang menunjang dan melncarkan usaha tani (IRIGASI) jalan dan jembatan. Menurut anggapan kebanyakan dari mereka adalah merupakan kewajiban dari pejabat penguasa ( PEMERINTAH).

·         Local likeness

Sifatnya sangat local, pergerakannya dalam masyarakat demikian terbatas sehingga kebanyakan dri mereka kurang mengetahui perubahan – perubaan keadaan yang berlngsung diluar lingkunganya.

·         Lack of impaty

Mereka pada umumnya kurang mampu atau katakanlah kehilangan kemampuannya untuk mengetahui dan menepatkan diri dalam kemauan atau kehendak orang lain sehingga kerap kali sulit untuk berkomunikasi.

Di antar sekian banyak petani dalam masyarakat petani tentu ada petani – petani yang tergolong innovator, early adopter, yang keadaannya dapat mudah diketahui, mereka itu perlu didekati, terutama early adopter yang dapat dimanfaatkan untuk membantu memperlanacar segala kegiatan penyuluhan sehingga prosesnya dapat dipercepat.

 

c)      Metode Penyuluhan Pertanian

Kegiatan penyuluhan pertanian tidak dapat digunakan begitu saja, oleh karena itu memerlukan metode atau cara – cara yang dapat digunakan, yang harus bersifat mendidik, membimbing dan menerapkan, sehingga para petani dapat menolong dirinya sendiri, mengubah tingkat pemikiran, tingkat kerja dan tingkat kesejahteraan hidupnya.

Dalam penyuluhan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

1.      Personal approach method (metode pendekatan perorangan)

Metode ini dilakukan dengan pendekatan – pendekatan secara langsung pada petani, biasanya dilakukan dengan cara kunjungan – kunjungan ke rumah, kunjungan ke ladang, maupun hubungan telepon. Metode ini sangat efektif karena petani dapat secara langsung memecahkan apa yang menjadi masalahnya. Penyuluhan yang dilakukan dengan metode pendekatan perorangan akan menyampaikan petani ke tahap penerapan, ia mulai menerapkan teknologi baru yang diajarkan/dikembangkan penyuluh.

2.      Group approach method (metode pendekatan kelompok)

Metode ini dilakukan dengan pendekatan pada para kelompok – kelompok tani, dimana para petani diberi  bimbingan dan dan diarahkan secara berkelompok. Bimbingan seperti ini dapat saling membantu antara satu petani dengan petani yang lain karena pelaksanaannya secara berdiskusi, saling tukar pendapat dan pengalaman. Metode ini lebih memudahkan penyuluh, sebab penyuluh tidak terlalu terkuras tenaganya. Metode ini mulai menarik para petani ke tahapan minat, tahapan menilai/mempertimbangkan, bahkan mencobanya pula.

3.      Mass approach method (metode pendekatan masal/umum)

Metode ini biasanya tertuju pada petani perkampungan/pedesaan. Metode ini dipandang dari segi penyampaian informasi memang metode ini baik, sebab penyampaian informasi dapat dilakukan secara keseluruhan para petani. Tetapi bila dilihat dari segi keberhasilannya akan kurang efektif, karena apabila pertemuan – pertemuan yang dilakukan secara masal akan menimbulkan tidak kosentrasinya para petani  dalam hal mendengarkan apa yang disampaikan penyuluh. Metode ini pada dasarnya masih pada tahapan kesadaran (menaruh perhatian) akan tetapi belum memahaminya secara mendalam.

Penyuluhan dapat digolongkan berdasarkan bagaimana penyuluh menyampaikan materi/isi, yaitu :

1.      Metode yang dapat didengar,  metode ini biasanya melalui telepon, ceramah, pidato, dll. Hasil penangkapan dari mendengar bagi responden yaitu 10%.

2.      Metode yang dapat dilihat, metode ini dalam bentuk gambar, spanduk/poster, film bisu, pameran tanpa penjelasan vocal, dll. Hasil penangkapan dari melihat bagi responden yaitu 50%.

3.      Metode yang dapat didengar dan dilihat, penyuluh dapat menyajikan dengan gambar di televise, film bersuara, dll. Hasil penangkapan dari melihat, dan mendengar yaitu 90%

 

d)     Media Penyuluhan Pertanian

Menurut bentuknya dibedakan (Samsudin) :

a.       Media visual : madia yang sifatnya dapat dilihat (slide, transparansi, gambar mati)

b.      Media audio : media yang sifatnya dapat didengar (radio, peta didengar)

c.       Media audio visual : media yang sifatnya dapat didengar dan dilihat (televisi, film)

d.      Media tempat memeragakan (papan tulis, papan tempel, OHP, papan planel)

e.       Media pengalaman nyata atau media tiruan (simulasi, contoh benda nyata)

f.       Media cetakan (bukubacaan, leaflet, folder, poster, brosur)

 

e)      Materi Penyuluhan pertanian

Materi yang disampaikan penyuluh menyangkut ilmu dan teknologi pertanian yang belum diketahui para petani. Materi penyuluhan harus sesuai dengan kebutuhan sasaran (petani) yaitu usaha perbaikan produksi, perbaikan pendapatan dan perbaikan tingkat kehidupan dengan demikian maka petani akan tertarik perhatiannya dan terangsang untuk mempraktekkannya. Selain harus sesuai dengan kebutuhannya maka harus pula :

1.      Sesuai dengan tingkat kemampuan petani

2.       Mengena pada perasaannya

3.      Memeberi atau mendatangkan keuntungan ekonomis

4.       Mengesankan dan merangsang petani untuk melaksanakan perubahan

5.      Bersifat praktis

6.      Menggairahkan para petani sehingga para petani seakan-akan terbujuk untuk selalu memperhatikan, menerima dan melaksanakan kegiatan yang diterapkan.

f)       Waktu Penyuluhan Pertanian

Untuk mencapai keberhasilan dalam penyuluhan maka penyuluh harus melakukan pendekatan – pendekatan  tetapi haruslah diketahui waktunya yang tepat. Penyuluh harus mengetahui :

1.      Kapan para petani ada di lapangan, aktif bekerja.

2.       Kapan para petani ada di rumah, bersantai – santai dengan keluarganya

3.      Kapan para petani berkumpul di suatu tempat, bersantai, berbincang – bincang mengemukakan berbagai berita dan masalah

 

BAB IV

SASARAN DAN STRATEGI PENYULUHAN

Sasaran Penyuluhan Pertanian

Soejitno (1968) menyatakan bahwa yang menjadi sasaran penyuluhan adalah petani dan keluarganya, yaitu bapak tani, ibu tani dan pemuda/pemudi atau anak-anak petani.

Menurut Totok Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) sasaran oenyuluhan dapat dikelompokkan sebagai:

a.       Sasaran Utama Penyuluhan Pertanian

Yang dimaksud dengan sasaran utama adalah sasaran penyuluhan yang secara langsung terlibat dalam kegiatan bertani dan mengolah usahatani. Termasuk dalam kelompok ini adalah petani dan keluarganya.

b.      Sasaran Penentu Dalam Penyuluhan Pertanian

Yang dimakasud dengan sasaran penentu adalah bukan pelaksana kegiatan bertani dan berusahatani, tetapi secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penentuan kebijakan pembangunan pertanian, dan atau menyediakan segala kemudahan yang diperlukan petani dalam pelaksanaan dan pengelolaan usahataninya. Termasuk dalam kelompok ini adalah:

 

·         Pengusaha atau pimpinan wilayah

·         Tokoh-tokoh informal

·         Para peneliti dan para ilmuwan

·         Lembaga pengkreditan

·         Produsen dan penyalur sarana produksi/peralatan bertani

·         Pedagang dan lembaga pemasaran yang lainnya

·         Pengusaha/industri pengolahan hasil-hasil pertanian

 

c.       Sarana Pendukung penyuluhan pertanian

Yang dimaksud dengan sarana pendukung adalah pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung tidak memiliki hubungan kegiatan dengan pembangunan pertanian, tetapi dapat diminta bantuannya guna melancarkan penyuluhan pertanian.

Termasuk dalam kelompok ini adalah :

·         Para pekerja social

·         Seniman (terutama seniman/pelakon kesenian tradisional)

·         Konsumen hasil-hasil pertanian

·         Biro iklan

Strategi Penyuluhan Pertanian

Strategi penyuluhan pertanian haruslah mampu menjawab tantangan-tantangan pembangunan pertanian yang sifatnya universal. Sebagai pendidikan non formal yang berusaha untuk meningkatkan produksi hingga tercapainya kehidupan petani yang lebih baik, tentu akan beralasan sekiranya arah dan tujuan dari strategi penyuluhan pertanian tersebut selalu di kelingkan pada pemenuhan maksud diatas.

Dalam rangka meraih hasrat semacam itulah, maka dalam uraian ini disiapkan beberapa gagasan dan sumbangan saran yang sebaiknya di perhatikan. Baik oleh pemerintah ataupun kelompok masyarakat lainnya.

Selama kurang lebih 15 tahun Indonesia melaksanakan pembangunan yang berencana (PELITA), ternyata banyak kemajuan yang telah dicapai. Dari sekian banyak sektor yang berhasil.

Pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan, untuk komoditi padi benar-benar menunjukkan hasil yang memuaskan.

Peningkatan produksi padi Indonesia betul-betul sangat spektakuler, hingga sangat beralasan kalau pada akhirnya Affandi selaku Menteri muda urusan produksi pangan menegaskan bahwa sejak tahun 1983 ini Indonesia berhak untuk swasembada beras. Suatu prestasi pembangunan yang wajib dijadikan contoh/teladan.

Namun begitu juga perlu disadari bahwa pembangunan pertanian, tidaklah hanya terbatas pada aspek peningkatan produksi semata, atribut swasembada beras, juga bukan jaminan yang argumentatif untuk menyatakan keberhasilan pembangunan pertanian. Yang jelas, keadaan setelah produksi berhasil di tingkatkan, masalah-masalah yang timbul adalah:

1.                      Pasca penen dan pemasaran umumnya akan tampil menjadi persoalan pembangunan pertanian.

2.                      Alat transportasi yang kurang didapati di pedesaan yang jauh dari perkotaan juga menjadi persoalan berikutnya.

Itulah barang kali salah satu sebab mengapa para pakar pertanian sering menyatakan bahwa pasca panen, pemasaran, dan alat transportasi adalah persoalan yang tidak boleh dilibatkan urgensinya, keduanya pantas disebut  “The secondary problems”.

Pada intinya perkembangan pertanian di Indonesia dan khusus di sentra-sentra produksi akan terhambat oleh sistem pemasaran hasil pertanian yang tidak efisien. Faktor yang lain juga yang menjadi penghambat yang menonjol dalam sistem pemasaran hasil pertanian adalah kurangnya informasi pasar.

Kelangkaan informasi  pasar cenderung akan menyebabkan timbulnya keadaan yang tidak berimbang yang tercermin dalam fluktasi harga dan perbedaan harga yang cukup besar antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.

Konsekuensi dari suasana yang demikian adalah (1) besarnya risiko usaha dan turunnya gairah berproduksi dari para petani produsen itu sendiri (2) langkanya informasi pasar juga akan menyebabkan turunnya kekuatan tawar-menawar di tingkat petani produsen.

Dengan demikian usaha-usaha pemerintah untuk menyelenggarakan informasi pasar hasil pertanian yang cepat dan cermat untuk meningkatkan pengetahuan petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap perkembangan harga, dan sangat penting dalam mencapai tujuan mening-katkan efisiensi pemasaran hasil pertanian di Indonesia.

Akibatnya, kalau saja pemerintah berkenan untuk menyelenggarakan suatu kegiatan yang diarahkan untuk meluruskan cita-cita diatas, maka sudah sepantasnya jika kegiatan yang akan ditempuh tersebut, tetap diarahkan guna memperbaiki pelayanan informasi pasar, sebagai langkah awal dalam rangka pengintegrasian menuju suatu sistim pasar nasional.

Pada sudut lain, juga terbukti bahwa disamping adanya hasrat seperti diatas tadi, maksud dari pengembangan informasi pasar adalah :

·         Agar petani dan pedagang mampu pula mengarahkan produksi bahan makanannya serta pemasaran yang sesuai dengan harga pasaran.

·         Mengurangi fluktasi harg dan resiko pemasaran serta meningkatkan kekuatan tawar-menawar para petani produsen sendiri.

Informasi pasar yang dirancang dengan bijaksana, juga memberikan data harga yang dapat diandalkan dan berguna untuk menetapkan kebijak-sanaan atau untuk bahan pengkajian dan penelitian di Universitas/PT.

Berikut ini penulis mencoba akan membahas secara sederhana tentang salah satu aspek dari informasi pasar yang paling urgen dan mendesak untuk dilaksanakan dan kegiatan ini adalah pentingnya pelayanan informasi, harga sebagai penunjang terciptanya informasi pasar yang rasional, realistik dan sesuai pula dengan kebutuhan serta minat petani di pedesaan.

Hal ini perlu untuk disampaikan, mengingat beberapa pertimbangan adalah salah satunya adalah adanya fakta yang menyatakan bahwa hingga detik ini pemerintah telah merintis satu kerjasama teknis antar pihak Indonesia dengan negara Jerman Barat, kegiatan ini populer dengan sebutan pelayanan informasi harga ATA 85/86.

Sejak sekarang, jika kita kaji dengan seksama tentang konsep dasar dari rintisan pemerintah, jelas terlihat bahwa sistim pelayanan informasi harga yang telah diujicobakan di beberapa sentra produksi, umumnya akan dicirikan oleh dua kegiatan yang paling penting :

a.                         Pertama adalah yang menyangkut pengumpulan data, pengolahan data dan pengiriman data.

b.                         Kedua adalah mengenai penyampaian dan penyebaran informasi kepada kelompok ssaran lewat media massa

 

BAB V

MODEL PENDEKATAN PENYULUHAN

Model-model Penyuluhan Pertanian

Pada awalnya, semua pembangunan pertanian dan pedesaan diatur oleh pemerintah pusat. Rembug desa hanyalah formalitas dan masyarakat desa kurang dilibatkan dalam proses awal perencanaa, pelaksanaa, monitoring dan evaluasi. Semua serba seragam tetapi tidak ada dinamika demokrasi yang menumbuhkan partisipasi, kemandirian dan rasa memiliki.

Kelemahan metode penyuluhan pertanian top down yang ada sekarang ini adalah sebagai berikut :

1.                       Penyuluh sering memandang dirinya sebagai pakar, bukan sebagai fasilitator yang memotivasi pengembangan teknologi spesifik lokalita. Hubungan petani – penyuluh menyerupai komunikasi antara guru dan siswa, padahal seharusnya hubungan mereka atas dasar kemitraan.

2.                       Penyuluh kurang menyadari bahwa kehadiran teknologi baru seharusnya sebagai pelengkap dari sistem teknologi setempat yang sudah ada, tanpa harus menggusurnya.masuknya teknologi baru tidak berarti memarjinalkan teknologi tradisional lokal yang sudah ada, karnea belum tentu teknologi baru membawa banyak  manfaat untuk masa sekarang dan masa mendatang.

3.                       Penyuluh kebanyakan hanya mendapatkan pelatihan teknis pertanian tanpa dibekali pengetahuan manajemen perubahan psikologi social akibat inovasi teknologi baru

4.                       Penyuluh kurang mendapatkan gaji dan insentif yang memadai sehingga peran dan kinerjanya dalam memebrdayakan masyarakat tani yang menjadi binaanya menjadi tidak optimal                    

Model Penyuluhan Bottom Up ( Penyuluhan Partisipatif )

Penyuluhan partisipatif merupakan pendekatan penyuluhan dari bawah ke atas (bottom up) untuk memberikan kekuasaan kepada petani agar dapat mandiri, yaitu kekuasaan dalam peran, keahlian, dan sumberdaya untuk mengkaji desanya sehingga tergali potensi yang terkandung, yang dapat diaktualkan, termasuk permasalahan yang ditemukan (Suwandi, 2006).

Penyuluhan pertanian partisipatif yaitu masyarakat berpartisipasi secara interaktif, analisis-analisis dibuat secara bersama yang akhirnya membawa kepada suatu rencana tindakan. Partisipasi disini menggunakan proses pembelajaran yang sistematis dan terstruktur melibatkan metode-metode multidisiplin, dalam hal ini kelompok ikut mengontrol keputusan lokal (BBPP Lembang). Berdasarkan atas UU SP3K pasal 26 ayat 3, dikatakan bahwa "Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha".

Dengan pelatihan metode penyuluhan pertanian partisipatif, para penyuluh pertanian akan termotivasi untuk menggali keberadaan sumber informasi pertanian setempat yang mudah diakses oleh yang memerlukan, baik penyuluh maupun petani. Pelatihan juga akan mendorong inisiatif positif para penyuluh pertanian dan petani, melalui pendekatan partisipatif untuk mendapatkan solusi permasalahan usahatani di lapangan (BBPP Lembang, 2009)

 

BAB VI

ETIKA KELEMBAGAAN PENYULUHAN

Etika (dalam bahasa Yunani Kuno : “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

Etika kelembagaan adalah aturan, nilai-nilai, etika dan tingkah laku yang harus dijunjung dan dilaksanakan oleh setiap anggota dalam berperilaku dalam lembaga.

Adapun etika kelembagaan penyuluhan pertanian adalah :

1.      Menjunjung nilai-nilai Ketuhanan

2.      Menjaga nama baik lembaga

3.      Melaksanakan tugas dan fungsi lembaga serta profesi

4.      Menjunjung visi dan misi lembaga

 

BAB VII

ETIKA PROFESI PENYULUHAN

Etika adalah sebuah refleksi kritis dan moral yang menentukan dan terwujud dalam sikp dan dola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan suatu ajaran.Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan peraturan, perintah dan semacamnya yang bersifat turun temurun.Jadi moralitas adalah petunjuk konkrit yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup sedangkan etika adalah perwujudan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.Pada dasarnya keduanya memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya moralitas langsung mengatakan “inilah caranya harus melangkah”, Sedangkan etika justru mempersoalkan “apakah harus melangkah dengan cara ini dan mengapa harus dengan cara ini”

Pembagian Etika

Dalam kaitannya dengan nilai dan norma, kita menemukan 2 macam etika:

1.      Etika deskriptif, berbicara mengenai fakta apa adanya, yakni mengenai nilai dan pola prilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya

2.      Etika normatif, berbicara mengenai norma-norma yang menentukan tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma.

Perbedaannya adalah etika deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku dan sikap yang   mau diambil sedangkan etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang diputuskan.

Secara umum norma dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1.      Norma khusus, contohnya bermain bola

2.      Norma umum, terdiri dari:

3.      Norma sopan santun, contohnya cara bertemu, makan, duduk dan sebagainya

4.      Norma hukum, lebih tegas dan pasti karena dijamin oleh hukum terhadap para penggarnya

5.      Norma moral, yakni aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Penilaiannya bukan berdasarkan profesi tetapi manusia yang menjalankan profesi tertentu.

a.      Sistematika Etika

Etika secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori:

1.      Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, mengambil keputusan secara etis serta tolak ukur dalam menilai baik buruknya suatu tindakan.

2.      Etika khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan seperti “bagaiman saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang lakukan yang didasari olah cara, teori dan prinsip moral dasar”

3.      Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri

4.      Etika sosial, berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota manusia

 

b.      Pendapat dan Aliran dalam Etika

1.      Etika Deontology

Deontolgi berarti kewajiban (duty) maksudnya bahwa manusia ditekankan untuk berbuat baik. Menurut etika ini suatu tindakan dikatakan baik bukan nilai berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri.

Menurut Immanuel Kant (1764 – 1804), kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apa pun juga. Dalam menilai seluruh tindakan kita, kemauan baik harus selalu dinilai paling pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.

Ada 2 pokok yang ditekankan oleh Kant:

1.      Tidak ada di dunia ini yang dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan baik.

2.      Tindakan yang baik adalah tindakan yang dijalankan demi kewajiban.

 

2.      Etika Teleologis

Teori ini mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut.

Ada 2 aliran etika teleologis

1.      Egoism

Menurut aliran yang dapat dinilai baik itu adalah sesuatu yang memberi mandaat bagi kepentingan diri, kepada vakunya. Sebab itu orang seperti ini disebut egoism

2.      Utilitarianisme

Paham ini menilai baik dan tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya.

Dikenalkan ada 2 jenis yaitu:

·         Utilisme Individual

Paham ini menganggap seseorang boleh bersikap sesuai dengan situasi yang menguntungkan dirinya. Jadi boleh berpura-pura hormat, bersikap menjilat asalkan perbuatan membwa keuntungan bagi individu

·         Utilisme Sosial

Paham ini beranggapan demi untuk kepentingan orang banyak tidak ada berdusta, tidak apa bermulut manis. Dipakai dalam kelangkaan politis atau diplomatic

Egoism menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan bagi diri sendiri, sedangkan utilisme menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan bagi banyak orang

3.      Universitas

Berarti umum. Universalisme sebagai ajaran etika berarti sesuatu dapat dinilai baik bila dapat memberikan kebaikan kepada orang banyak. Universalisem berarti memikirkan kepentingan umum dimana kepentingan individu tidak terpadat di dalamnya.

4.      Intuitionisme

Berasal dari kata intuition: ilham, bisikan kalbu. Paham ini berpendapat bahwa baik buruknya atau susah tidaknya dapat merupakan suatu pertimbangan rasa yang timbul dari bisikan kalbu. Bukan merupakan pemikiran secara analisis tapi dengan jalan perenungan dan semadi.

Menurut psikologi dan sosiologi, ada 2 sumber kekuatan yang mempengaruhi perbuatan dan kelakuan seseorang:

1.      Ekstern : pengaruh pergaulan, ajaran/pendidikan, kebudayaan

2.      Intern : pengaruh cara berpikir, karsa/kemauan, insting, dan kejiwaan.

 

5.      Hedonism

Berasal dari kiat hedone : pleasure : kesenangan. Prinsipnya bahwa sesuatu dianggap baik sesuai dengan kesenangan yang didatangkan. Jadi semua yang mendatangkan kesusahan dianggap tidak baik. Penganut ajaran ini biasanya boros dan memburu kesenangan tanpa melihat halal-haramnya

6.      Eudemonisme

Berasal dari kata eudaemonisme : happy : bahagia, dengan menitik beratkan pada rasa. Prinsip ajaran menilai baik buruk sesuatu berdasarkan ada tidaknya kebahagiaan yang didatangkan. Walau menempuh jalan yang susah tapi didapatkan perasaan bahagia maka cara ini dianggap baik oleh aliran ini.

7.      Altruisem

Berasal dari kata alteri : others : prinsipnya mengutamakan kepentingan orang sebagai lawan kepentingan diri sendiri.

8.      Tradisional

Berasal dari kata tradisional : kebiasaan, adat-istiadat. Menurut paham ini susah tidaknya dinilai dari sebagai kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku. Apa yang memperkukuh tradisi dianggap baik dan yang menentang dianggap tidak baik.

c.       Etika Penyuluhan Pertanian

Kegiatan penyuluhan bukan lagi menjadi kegiatan sukarela tetapi telah berkembang menjadi profesi, karena itu setiap penyuluh perlu memegang teguh Etika Penyuluhan.Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah “kegiatan penyuluhan” bukan lagi menjadi kegiatan sukarela, tetapi telah berkembang menjadi “profesi”.

Meskipun demikian, pelaksanaan penyuluhan pertanian belum sungguh-sungguh dilaksanakan secara profesional. Hal ini, terlihat pada:

1.      Kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang masih terpusat pada aspek teknis budidaya pertanian, sedang aspek manajemen, pendidikan kewirausahaan, dan hak-hak politik petani relatif tidak tersentuh.

2.      Kelambanan transfer inovasi yang dilakukan penyuluh dibanding kecepatan inovasi yang ditawarkan kepada masyarakat oleh pelaku bisnis, LSM, media-masa dan stakeholder yang lain.

3.      Kebanggaan penyuluh terhadap jabatan fungsional yang disan-dangnya yang lebih rendah dibanding harapannya untuk mem-peroleh kesempatan menyandang jabatan struktural.

4.      Kinerja penyuluh yang lebih mementingkan pengumpulan “credit point” dibanding mutu layanannya kepada masyarakat

5.      Persepsi yang rendah terhadap kinerja penyuluh yang dikemukakan oleh masyarakat petani dan stakeholder yang lain.

Kenyataan-kenyataan seperti itu, sudah lama disadari oleh masyarakat penyuluhan pertanian di Indonesia, sehingga pada Kongres Penyu-luhan Pertanian ke I pada tahun 1986 disepakati untuk merumuskan “Etika Penyuluhan” yang seharusnya dijadikan acuan perilaku penyuluh..

Pengertian tentang Etika, senantiasa merujuk kepada tata pergaulan yang khas atau ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengasosiasikan diri, dan dapat merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan berprestasi bagi kelompok tertentu yang memilikinya.

Etika bukanlah peraturan, tetapi lebih dekat kepada nilai-nilai moral untuk membangkitkan kesadaran untuk beriktikad baik dan jika dilupakan atau dilanggar akan berakibat kepada tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompok yang lainnya (Muhamad, 1987).

Sehubungan dengan itu, Herman Soewardi mengingatkan bahwa penyuluh harus mampu berperilaku agar masyarakat selalu memberi-kan dukungan yang tulus ikhlas terhadap kepentingan nasional.

Tentang hal ini, Padmanegara (1987) mengemukakan beberapa perilaku yang perlu ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh (pertanian), yang meliputi:

1.      Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang ber-iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, dan disiplin.

2.      Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adat/kebiasaan masyarakatnya, menghormati petani dan keluarga-nya (apapun keadaan dan status sosial ekonominya), dan meng-hormati sesama penyuluh.

3.      Perilaku yang menunjukkan penampilannyaa sebagai penyuluh yang andal, yaitu: berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, memiliki tanggungjawab yang besar untuk melaksanakan peker-jaannya, memiliki jiwa kerjasama yang tinggi, dan berkemam-puan untuk bekerja teratur.

4.      Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, daya mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskaan diri, dan selalu berusaha meningkatkan kemampuannya.

Mengingat beratnya tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan profesinya, penyuluh pertanian dituntut untuk berbuat dan berperilaku sebaik-baiknya sesuai dengan martabat profesinya, sehingga apapun yang dilakukannya tidak akan merugikan petani-nelayan yang dilayaninya serta tidak menodai citra profesi penyuluh pertanian.

Untuk itu, diperlukan sebuah kode etik yang dapat dipakai sebagai acuan perilaku profesi bagi Penyuluh Pertanian dalam melaksanakan tugasnya. Kode etik ini diberi nama Panca Etika Penyuluh Pertanian, yaitu:

1.      Penyuluh Pertanian beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta senantiasa menghormati dan memperlakukan petani-nelayan beserta keluarganya sebagai subjek dan mitra kerja yang berkedudukan sederajat dengan dirinya.

2.      Penyuluh Pertanian senantiasa menempatkan keinginan dan kebutuhan petani-nelayan sebagai dasar utama pertimbangan dalam mengembangkan program apapun bersama petani-nelayan berserta keluarganya.

3.      Penyuluh Pertanian senantiasa lugas, tulus dan jujur dalam menyampaikan informasi, saran ataupun rekomendasi dan bertindak sebagai motivator, dinamisator, fasilitator serta katalisator dalam membimbing petani-nelayan beserta keluarganya.

4.      Penyuluh Pertanian senantiasa memiliki dedikasi dan pengabdian untuk membela kepentingan petani-nelayan atas dasar kebenaran serta dalam melaksanakan tugas senantiasa memperlihatkan perilaku teladan, serasi, selaras dan seimbang kepada semua pihak.

5.      Penyuluh Pertanian senantiasa memelihara kesetiakawanan dan citra korps Penyuluh Pertanian atas prinsip “Silih Asuh-Silih Asih dan Silih Asah” serta senantiasa bersikap dan bertingkah laku yang menghormati agama, kepercayaan, aturan, norma, dan adat istiadat setempat.

Penyuluh pertanian dalam menjalankan profesinya, berhubungan dengan pemerintah wajib melakukan hal sebagai berikut:

1.      Memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan nasional utamanya bidang pertanian sebagaimanaa ditetapkan dalam perUndang-undangan.

2.      Membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berusaha.

3.      Berusaha menciptakan, memelihara, dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

4.      Tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan kerja pertanian untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran pertanian.

5.      Tidak melakukan tindakan pribadi atau membantu kepentingan orang lain maupun kelompok serta unsur kedinasan yang dapat berakibat pada kerugian negara.

 

DAFTAR PUSTAKA

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. 1994

Prof. Dr. Ir. Soedarmanto.M.Ed. ISBN – 2003.979 – 508 – 15. 2003

Dasar-dasar Penyuluhan Modernisasi Pertanian 1976

Ir. Mulyadi Faktor-faktor  yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan Pertanian. 2002

            Totok Mardikanto.  1992.  Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.  University Press.  Surakarta.

 Hanafi, A. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional. Surabaya.


Suhardiyono, L. 1992. Penyuluhan : Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Erlangga. Jakarta.

Samsudin, U. 1997. Dasar-dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta. Bandung.

Subekti, S. 2007. Penyuluhan Pertanian. Laboratorium Komunikasi dan Penyuluhan. Jember.

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Van Den Ban dan Hawkin, 1999, Penyuluhan pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Vitayala, A, Prabowo Tjitropranoto, dan Wahyudi Ruwiyanto. 1992. Penyuluhan.

https://www.santoso-ssmm.com/2012/02/unsur-unsur-penyuluhan-pertanian.html

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh proposal usaha budidaya kedelai

contoh proposal usaha budidaya jagung

contoh proposal usaha budidaya padi hibrida